• Post Title 1

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede ...

  • Post Title 2

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla ...

  • Post Title 3

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla ...

  • Post Title 4

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. In dapibus. In pretium pede. Donec molestie facilisis ante. Ut a turpis ut ipsum pellentesque tincidunt. Morbi blandit sapien in mauris. Nulla lectus lorem...

Terancamnya Sungai, Terancamnya Peradaban


Judul: Jelajah Musi, Eksotika Sungai di Ujung Senja
Penulis : Tim Kompas
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun: I, April, 2010
Tebal: xxiv + 376
Harga: Rp. 89.000
Sungai tidak hanya merupakan jalur perdagangan, tetapi juga tempat berawalnya peradaban. Jika kemudian sungai mengalami kerusakan parah, itulah awal meredupnya sebuah peradaban.
Sungai Musi yang meliuk di bumi Sumatera Selatan, sejak lama digunakan sebagai jalur perdagangan. Aliran sepanjang 720 kilometer ini seakan menjadi denyut nadi perekenomian sekaligus kehidupan masyarakat Sumsel.
Namun, kejayaan Musi di masa lalu terancam hilang. Pasalnya, sungai tersebut perlahan-lahan tengah mengalami kerusakan akibat tangan manusia yang selama berabad-abad justru hidup dan memperoleh berkah dari sungai tersebut.
Dari laporan yang disampaikan dalam buku ini, kerusakan sungai Kota Palembang itu sudah terjadi sejak di hulu sungai. Sayangnya, upaya untuk mengatasinya dirasakan lambat. Akibatnya, kerusakan tersebut semakin parah dan terancam tidak dapat tertanggulangi.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh sungai Musi adalah erosi. Erosi ini disebabkan oleh tidak memadainya konservasi atau pelestarian tanah. Hal inilah yang terjadi di daerah Tanjung Raya, Kabupaten Empat Lawang.
Di wilayah Tanjung Raya, tanaman kelapa sawit ditanam tanpa pohon pelindung karena pohon-pohon pelindung sudah ditebang. Sedangkan akar pohon sawit tidak mampu menahan erosi maupun air. Akibatnya sungai Musi meluap saat curah hujan meninggi.
Erosi seperti ini juga mengakibatkan pendangkalan di beberapa wilayah sepanjang aliran sungai Musi. Pendangkalan inilah yang membuat kapal-kapal besar tidak dapat lagi melayari sungai Musi. Padahal sejumlah kapal besar dibutuhkan untuk membawa minyak mentah dari kilang minyak yang telah diambil alih dari perusahaan minyak asing.
Hal tersebut semakin parah pada musim kemarau. Ketika musim kemarau tiba, tongkang yang membawa barang dagangan pun sulit untuk membawa barang dagangan ke tempat yang dituju. Padahal tongkang pembawa barang dagangan ini sangat membantu petani maupun warga yang berada di tepi sungai Musi.
Pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga menjadi masalah lain yang membebani sungai Musi. Hal ini terjadi seiring semakin banyaknya rumah yang dibangun dengan membelakangi sungai. Rumah yang dibangun membelakangi sungai potensial memperburuk kualitas air sungai karena limbah rumah tangga.


Tinggal cerita
Hal menarik lain dari sungai Musi adalah DAS (Daerah Aliran Sungai) Lematang yang merupakan salah satu anak sungai Musi. Dilaporkan, hingga tahun 1970-an sungai ini masih menjadi urat nadi kehidupan penduduk. Namun karena degradasi di bidang sosial-ekonomi, penduduk harus hengkang ke Jawa untuk menjadi buruh pabrik di pinggiran Jakarta.
Padahal menurut sejarah, pada pertengahan abad ke-19, di sepanjang DAS Lematang banyak ditemukan tanaman kapas. Bahkan, menurut sumber sejarah, setengah dari produksi kapas Karesidenan Palembang dihasilkan dari daerah tersebut. Namun hal itu kini hanya tinggal cerita.
Apa yang disajikan dalam buku ini adalah gambaran, potensi sungai yang besar seringkali hilang hanya karena ketidakmengertian masyarakat mengenai arti penting keberadaan sungai. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai yang potensial untuk menggerakkan perekonomian dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Tampaknya, pemerintah pun harus memberikan perhatian yang lebih banyak terhadap kondisi sungai di Indonesia. Regulasi pemerintah yang tepat serta dijalankan dengan konsisten, akan membantu terpeliharanya kehidupan dan peradaban di sepanjang sungai.***

Penunggalan Makna Tubuh oleh Kekuasaan




Judul: Dilarang Gondrong, Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda awal Tahun 1970-an
Penulis: Aria Wiratma Yudhistira
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun: April, 2010
Tebal: xxi + 161 Halaman
Harga: Rp. 51.000


Ketika pemaknaan atas tubuh mengalami penunggalan oleh praktik kekuasaan, maka tubuh kehilangan otoritas. Kemerdekaan tubuh pun tergantikan kekerasan yang dehuman.

Itulah sekilas isi buku yang ditulis oleh Aria Wiratama Yudhistira ini. Dalam buku tersebut Aria ingin memperlihatkan bahwa kekuasaan dapat melakukan berbagai upaya bukan hanya untuk mencapai tujuan, tetapi juga melanggengkan kekusasaan. Namun sayangnya, cara-cara tersebut justru melupakan hak-hak warga negara.

Secara tegas Aria merujuk kepada praktik Orde Baru. Orde yang muncul setelah Presiden Sokerano jatuh itu, memang menghalalkan berbagai cara agar cita-citanya tercapai. Demi pembangunan, mereka berusaha meredam ataupun membersihkan berbagai hal yang dicemaskan dapat mengganggu stabilitas sosial.

Salah satu cara yang mereka dalam rangka tersebut adalah pelarangan terhadap rambut gondrong yang terjadi sekitar tahun tahun 1960-an hingga tahun 1970-an. Orde Baru menganggap pemuda berambut gondrong adalah pemuda yang urakan, kotor, tidak bertanggung jawab, dan tidak mengacuhkan masa depan diri maupun bangsanya.

Parahnya, berbagai lembaga kemudian melakukan diskriminasi terhadap pemuda berambut gondrong. Mereka yang mengurus Kartu Tanda Penduduk, Surat Ijin Mengemudi, hingga Surat Keterangan Bebas G30S, tidak akan dilayani jika yang mengajukan masih berambut gondrong.

Tindak diskriminasi tidak hanya sampai di situ, pencitraan terhadap pemuda gondrong sebagai sosok yang harus dijauhi kian dipertajam oleh media massa. Dalam pemberitaan selalu ditekankan bahwa pelaku kejahatan adalah pemuda berambut gondrong. Akibatnya, sosok pemuda berambut gondrong selalu diidentikkan sebagai pelaku kejahatan.

Kuatnya pencitraan tersebut memunculkan fitnah, misalnya saja ketika pecah kerusuhan di Bandung pada tanggal 5 agustus 1973 (hal. 110). Diberitakan, pelaku kerusuhan adalah sekelompok tukang becak dan pemuda berambut gondrong. Padahal, tidak ada fakta yang mendukung hal tersebut.

Lebih parah lagi, untuk “menertibkan” pemuda yang berambut gondrong, aparat kerap menggunakan ancaman. Mereka bahkan tidak segan melakukan kekerasan terhadap pihak yang mencoba menghalang-halangi mereka.

Padahal, sulit diterima oleh akal sehat bahwa rambut gondrong berkaitan dengan kejahatan dan ketidakpdulian terhadap lingkungan sekitar. Bersikerasnya penguasa dengan anggapan ini memerlihatkan watak kekuasaan yang cenderung mengenakan “kaca mata kuda” dalam melihat persoalan.

Tentu saja hal tersebut menuai protes dari berbagai kalangan. Mereka dengan tegas menolak kebijakan anti-gondrong yang terkesan terlalu berlebihan dan mengada-ada. Sayangnya, keberatan tersebut tidak banyak ditanggapi oleh penguasa.

Buku ini memperlihatkan bahwa manifestasi kekuasaan memang masuk ke berbagai wilayah, termasuk tubuh pria. Pemaknaan atas tubuh pria tidak lagi ditentukan oleh si pemilik tubuh, tetapi oleh kekuasaan.

Bukan tidak mungkin praktik serupa masih terjadi hingga saat ini lewat berbagai bentuk praktik kekuasaan yang lain, seperti lembaga keagamaan hingga otoritas tertentu.***

 
Copyright © kumpulan buku gratis. Original Concept and Design by My Blogger Themes | Tested by Blogger Templates | Best Credit Cards